Jumat, 22 Desember 2017

INSPIRASI


Menulislah....
Sudah banyak media tulis di zaman modern sekarang ini. Media untuk berkarya dan menebarkan manfaat bagi sesama. Biar hanya lewat sepenggal cerita atau sekedar tulisan yang biasa saja, tapi efeknya bisa sampai membekas dalam benak seseorang yang membacanya.
Jangan lihat siapa yang menulis. Tapi lihat apa yang dia tulis. Setidaknya apa yang sudah seseorang tulis itu bisa membuat atau membawa perubahan bagi diri kita. Bisa pemikiran atau dalam keseharian kita. Karena tulisan memiliki efek yang cukup besar setelah di baca hingga di bagian akhirnya.
Bahkan bisa jadi, hanya karena tulisan, seseorang bisa berubah cara pandang dan cara dia menyelesaikan persoalan. Menulislah dan jadilah inspirator untuk banyak orang. Menulislah dan ajak sebanyak mungkin orang untuk melakukan perubahan. Berubah menjadi positif dan lebih terbuka pemikirannya. Tanpa harus menghujat atau menjatuhkan yang lainnya.
Berkarya lewat tulisan bukanlah hal baru di zaman sekarang. Tersebab tulisan adalah salah satu sarana untuk menyampaikan ide serta gagasan. Tak sekedar untuk hiburan, tapi juga membawa perubahan bagi dirinya juga orang lain yang membacanya.
Menulislah. Tulis apa saja yang selama ini menjadi keresahan dalam hatimu. Tapi tak perlu kau ungkap pula bagaimana privasimu. Tulis segala ide dan gagasan yang menderas dari pikiranmu. Jangan biarkan semua itu menggenang dalam otakmu.
Karena zaman sekarang bukan lagi zaman di mana menulis harus dengan media kertas dan pena atau batu dan kapur. Manfaatkan segala bentuk fasilitas yang ada di era digital saat ini. Buatlah diri berkembang sebagaimana yang kamu impikan.
Menulislah untuk perubahan. Menulislah untuk menginspirasi lebih banyak orang. Menulislah untuk kebermanfaatan. Menulislah untuk peradaban yang lebih baik di masa mendatang.

NOTES


Kok Pas Banget ya?
Entah kenapa kalau hati lagi patah, gampang banget untuk menemukan hal-hal remeh yang sepertinya sangat mendukung suasana hati kita saat itu, dan itu memberi kesan ‘kok pas banget ya?’
Pas dengan suasana hati yang lagi mendung. Pas dengan kondisi hati yang lagi berantakan. Pas dengan situasi yang seolah tak berpihak pada diri. Pas nemu quote yang senada seperti yang sedang di rasakan. Semuanya serba ‘pas’, serba kebetulan. Seolah semesta mendukung keadaan yang sedang terjadi.
Nggak bisa di bilang patah lagi kalau sudah begitu. Remuk redam, mungkin iya. Jadi semakin terpojokkan. Dan akhirnya semakin sulit untuk beranjak. Tersebab belum bisa merelakan. Belum bisa mengikhlaskan.
Mungkin ikhlas sih sudah bisa. Tapi untuk melupakan? Sepertinya belum bisa. Apalagi kalau patahnya karena di khianati. Beuh! Itu sih butuh waktu lama untuk recovery. Jadi semakin sering deh, nemuin hal-hal yang nggak sengaja muncul sendiri dan semakin meyakinkan diri dengan kejadian yang sedang terjadi.
Kalau bisa sih, segera move on. Sebenarnya bukan soal melupakan, tapi tentang bagaimana kamu terus maju ke depan. Terserah, mau hati masih patah, masih sakit, atau masih perih sekalipun, kamu harus bisa melanjutkan langkah. Nggak boleh berdiam di tempat. Bahaya! Bisa jadi kamu malah semakin kecewa dan itu membuatmu kesulitan untuk berkembang.
Memang sih, kalau hati lagi patah, ada saja hal-hal yang tak terduga bermunculan. Entah bermaksud menyindir atau memojokkan, bahkan mungkin ada beberapa yang malah menguatkan. Yang menjadi bagian inti adalah bagaimana kamu harus segera melanjutkan langkahmu. Tidak diam dan malah sibuk menangisi atau menghujat doi yang sudah bikin kamu jadi patah hati.
Karena kamu juga layak untuk temukan cinta yang baru, yang bisa sembuhkan lukamu, dan kembalikan bahagiamu.

MOTIVASI



Latah Skripsi

Sedikit cerita. Beberapa hari lalu, saya tak sengaja menyimak obrolan seorang mahasiswi dengan salah satu penjual es di sekitar kampus saya. Obrolan itu tentang skripsi. Saya tertarik untuk menyimaknya karena si mahasiswi mengatakan seperti ini “Halah, kalau ada salah satu temen yang udah ngajuin judul skripsi, terus yang lain pada ikut-ikutan. Saya sih gak mau kayak gitu. Nggak mau terburu-buru. Nanti malah di tengah jalan jadi bingung sendiri. Ya karena efek ikut-ikutan tadi. Apalagi kalau sebagian waktunya di pakai untuk kerja, bisa-bisa malah semakin keteteran.”

Kurang lebih begitulah yang di katakan si mahasiswi tersebut. Dalam hati, ada beberapa bagian yang saya ikut membenarkan. Tapi ada pula yang saya kurang setuju.

Memang, penyakit latah seringkali menjangkiti ketika ada salah seorang yang memulainya. Atau dengan kata lain menular. Sebenarnya jika di pikir lebih jauh lagi, ada banyak hal mengapa beberapa mahasiswa jadi ikut-ikutan saat melihat temannya mengajukan judul skripsi.

Pertama, karena merasa termotivasi. Benar. Ada pengaruh atau dorongan yang tak sengaja muncul ketika salah satu kawannya sudah mendapatkan lampu hijau untuk mengerjakan skripsinya. Jadilah kawan yang lainnya tersulut api semangatnya untuk mengikuti langkahnya.

Kedua, karena ada kecemasan. Ini yang seringkali membuat sebagian mahasiswa/i menjadi sulit untuk tidur. Cemas, khawatir, dan gelisah. Mereka merasa cemas ketika sudah melihat banyak kawan yang menekan tombol startnya. Cemas karena takut tertinggal. Cemas bila nanti tak bisa lulus dengan segera. Alhasil, jadilah ia bergegas untuk mengajukan judul penelitian ke biro skripsi. Berharap langkahnya tak tertinggal jauh dengan kawan-kawan yang lainnya.

Ketiga, karena memang sudah waktunya. Yap! Sudah waktunya! Seperti halnya masa aktif pada nomor simcard atau tanggal kadaluarsa pada sebuah produk, seorang mahasiswa pun juga demikian. Memiliki masa aktif yang terbatas. Tidak bisa lama-lama. Memangnya mau kalau harus jadi mahasiswa abadi? Nanti malah di keluarkan dengan paksa kalau tidak mau keluar dengan sendirinya. Lebih menyakitkan ‘kan? Karena sebab itulah, ia segera mengambil langkah dengan cepat untuk bisa menyelesaikan studinya dengan tepat waktu sebelum masa studinya habis.

Begitulah kira-kira, kenapa beberapa mahasiswa jadi terjangkit penyakit latah ketika ada salah seorang dari kawannya yang sudah mengajukan judul penelitian terlebih dahulu. Jika di bilang terburu-buru, memang kesannya ada yang seperti itu. Tersebab itu semua adalah masalah waktu. Jika bisa cepat, kenapa harus memperlambatnya?

Terkait nanti di pertengahan jalan bagaimana, itu bisa di pikirkan sambil jalan. Sekalipun memang harus ada strategi yang harus di persiapkan. Benar, jika memang tidak siap nanti malah jadinya keteteran. Namun sekali lagi, itu bergantung pada diri sendiri. Bagaimana setiap individunya bisa mengatur atau memanajemen waktu dengan sebaik-baiknya. Sehingga nggak ada tuh yang namanya keteteran apalagi sampai berantakan.